CERITA SEX - Dalam kehidupanku banyak dihiasi oleh banyak perempuan, namun kali ini aku mendapatkan sosok wanita yang beda dari yang selama ini pernah aku rasakan. Wanita yang kali ini bisa dibilang tante-tante karena umurnya yang sudah gak muda lagi sekitar 35 tahunan. Namun dibalik umurnya yang sudah gak muda lagi tersimpan tubuh yang sangat aduhai sekali, gak kalah dengan gadis remaja saat ini. Bodinya langsing, pantatnya besar, buah dadanya lumayan besar dan wajahnya yang halus, menjadi sensasi Sex ku kali ini.
Di sebuah resto china dijalan protokol kota ini, setelah menyantap hidangan laut, kami pun mengobrol mengahbiskan waktu dengan membahas berbagai persoalan baik itu maslah sosial maupun pribadi. Seperti halnya Ibu Ayu menceritakan padaku tentang bagaimana menjemukannya kehidupan rumah tangganya. “Wah, kalau soal itu saya tidak bisa memberikan pendapat, Bu!, masalahnya saya belum pernah berumah tangga.” kataku merespon nya “Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!, biar besok menjadi semacam panduan bila nantinya dik Adi sudah menjalan kehidupan bersama” Jawab Ibu Ayu diplomatis “Dan, jangan panggil Ibu, dong!, panggil saja Mbak, khan usia kita ngga terlalu jauh banget bedanya, paling cuma 13 tahun !” Tambahnya “Dan aku pun tertawa mendengar kelakar tersebut”.Cerita Sex Terbaru
Ketika waktu telah menunjukkan saatnya, kami keluar dari resto tersebut disambut dengan gerimis, berlari-lari menuju mobil untuk meluncur ke cafe yang dimaksud. Selama konser tampak Ibu Ayu sangat menikmati suasana tersebut sambil sesekali mengenggam tanganku, sehingga mau tidak mau pun aku menjadi ikut terbawa oleh suasana yang menyenangkan. Konser pun berakhir, dan saatnya kami untuk pulang. Sambil-sesekali berceloteh dan bersenandung, kami menuruni tangga cafe, yang entah karena apa, Ibu Ayu terpeleset namun untunglah aku sempat memegangi nya namun salah tempat karena secara reflek aku menariknya kedalam pelukan ku dan tersentuh buah dadanya. Sejenak Ibu Ayu terdiam, memandangku, mempererat pelukannya dan seakan enggan melepaskannya. “Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar dilihat orang” Kataku Dia pun melepaskan pelukannya, dan kami menuju ke mobil dengan keadaan Ibu Ayu sedikit pincang kaki nya. Tengah malam kurang sedikit, kami sampai di rumah Ibu Ayu, karena aku sudah terbiasa pulang pagi, jadi kudahulukan untuk mengantar kerumahnya untuk memastikan keadaannya. Rumah dalam keadaan sepi, penghuninya sudah tidur semua kurasa, dan aku pun duduk di sofa sambil sejenak melepaskan lelah. Sambil terpincang-pincang, Ibu Ayu membawakan segelas teh manis hangat untukku, dan duduk di sampingku. Aku jadi teringat kejadian di tangga cafe tadi. “Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu reflek yang nggak sengaja.” Kataku “Nggak papa koq, Mbak ngga hati-hati sih, pegel banget nih!” Katanya “Sini saya pijitin” kataku sambil mengangkat kakinya dang menggulung celana jins nya sampai selutut
Dia pun merebahkan badannya agar aku bisa leluasa memijitnya. Tak berapa lama kemudian dia bangkit sambil ikut memijiti kakinya sendiri. Saat tangan kami bersentuhan ada getar-getar halus yang kurasakan menggodaku namun berhasil kutepiskan. Namun tak disangka, Ibu Ayu memegang lengan ku dan menarikku ke dalam pelukannya.
“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya lirih di telingaku
Kurasa habislah pertahanan ku kali ini. Di lumatnya bibirku dengan ganasnya, apa boleh buat, aku pun memberikan respon serupa. Kami saling berpagut dengan sesekali mempermainkan lidah. Tangannya menggerayangi tubuhku, mengusap-usap celanaku yang menggembung, sedangkan aku meremas-remas buah dadanya yang masih cukup ranum untuk wanita seusianya.
Lama kami bercumbu di atas sofa, lalu Ibu Ayu menggamitku untuk memasuki kamarnya, dan kami meneruskan cumbuan sepuas-puasnya. Foreplay dilanjutkan setelah kami saling membuka baju, hanya tinggal mengenakan celana dalam saja kami bergelut di atas kasur yang empuk dalam kamar berpendingin udara. Kujilati puting susunya sampai Mbak Ayu mendesah-desah, sementara tangannya menggengam kemaluanku yang dengan lembut dikocoknya perlahan.
“Mbak.., aku buka ya, celananya!” Bisikku yang disambut dengan anggukannya Setelah secarik kain tipis itu terlepas dari pinggulnya, Ibu Ayu mengangkang kan pahanya, dan tampak vaginanya yang kehitaman tertutup lebat rambut. Saat kusibak kerimbunan itu, gundukan daging itu berwarna kemerahan berdenyut panas. Ibu Ayu memekik dan mendesah perlahan saat vaginanya kujilati. Ditekan nya kepalaku sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, sampai suatu saat kurasa vaginanya mulai basah dengan keluarnya lendir yang berlebihan.
Dengan nafas terengah-engah Ibu Ayu menarik kemaluanku untuk dimasukkan kedalam vaginanya. Kupegan tangannya dan kupermainkan kemaluanku di pintu masuk liang kenikmatan nya itu beberapa lama, kupukul-pukul kan kepala kemaluanku dibibir vaginanya, kumasukkan kemaluanku sedikit dalam vaginanya lalu kutarik keluar kembali, begitu berulang-ulang.
“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku semakin ……” bisiknya “Tapi aku belum pernah berhubungan badan, Mbak!” Balasku berbisik “Ayolah, Dik!, aku beri kamu pengalaman menikmati surga ini, ayo..!” “Akupun mengangguk”
Ibu Ayu berbaring telentang di pinggiran ranjang dengan kaki mengangkang, sementara aku berlutut hendak memasukkan kemaluanku. Di pegangnya kemaluanku dan di arahkan ke dalam vaginanya, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku dibibir vaginanya sementara dia mendesah- desah, lalu dengan dorongan perlahan kubenamkan seluruh kemaluanku kedalam liang vaginanya.
Sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan yang luar biasa menyelubungi ku, sejenak keresapi kenikmatan ini sebelum Ibu Ayu mulai mengalungkan pahanya pada pinggulku dan memintaku untuk mulai menyetubuhi nya.
Kudorong tubuh Ibu Ayu ketengah ranjang, setelah tercapai posisi yang enak, kugerakkan pinggulku maju mundur mengeksplorasi seluruh kenikmatan yang dimiliki oleh Ibu Ayu. Ruangan kamar yang dingin seolah tidak terasa lagi, yang ada hanya lengguhan-lengguhan kecil kami di timpahi suara kecepok beradunya kemaluan kami, sementara disekeliling kepala kami terbungkus dengan hawa dan bau khas orang bersetubuh.
“hh..terus, Dik!, goyangnya yang cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya “Yang erat, Mbak!, ayo sayang,..sshh,..hhh..” Desahku “Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!” “Tenang aja, manisku…ohh.., enak Mbak!” “Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”
Entah sudah berapa lama kami saling bergelut mencari kenikmatan, lambat laun kemaluanku terasa seperti diremas-remas, lalu Ibu Ayu mendesah panjang sebelum pelukannya terasa melemah. “aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !” Desahnya
Kurasakan momen ini yang ternikmat dari bagian-bagian sebelumnya, maka sebelum remasan- remasan itu mengendur, kupercepat gerakanku dan kurasakan panas tubuhku meningkat sebelum ada sesuatu yang berdesir dari seluruh bagian tubuhku untuk segera berebut keluar lewat kemaluanku yang membuatku bergetar hebat dengan memeluk tubuh Ibu Ayu lebih erat lagi
“Ouuuhhh..ooouuuhh….!” Desahku tak lama kemudian
Aku bergulir di samping Ibu Ayu mencoba mengatur nafas, sementara dia terpejam dengan ritme nafas yang tak beraturan juga. Kemaluan ku masih tegak berdiri berkilat-kilat diselimuti cairan-cairan licin sebelum lemas
Setelah beberapa saat, nafasku pulih kembali, kubelai rambut Ibu Ayu. Dia tersenyum padaku. “Makasih, Mbak! Enak sekali tadi” Kataku tersenyum “Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu tadi, padahal baru pertama, ya! ” jawabnya
Ibu Ayu mencoba duduk, kulihat cairan spermaku meleleh keluar dari lipatan vaginanya yang lalu di usapnya dengan selimut.
“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak! habis enak dan ngga bisa nahan lagi, ngga jadi anak khan nanti?” Tanyaku “Enggak, santai saja, sayang!” Katanya manja sambil mencium pipiku “Emm..,Mbak!” Tanyaku “Apa sayang?” Jawabnya “Kapan-kapan boleh minta lagi, nggak?”
“Anytime, anywhere, honey!” Katanya sambil memelukku dan melumat bibirku. Setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya aku menikmati servis istimewa dari Ibu Ayu untuk lebih mengeksplorasi ramuan kenikmatan dengan berbagai gaya yang diajarkan olehnya, bahkan masih berlangsung hingga saat ini.
Pada mulanya anaknya yang kuincar menjadi cewek ku, ternyata malah mendapat layanan plus yang memuaskan dari ibunya.
CERITA SEX - Sebut saja namaku Fredi, umurku saat ini 36 tahun, aku sudah mempunyai istri dan seorang Silvik. Kehidupanku juga sudah sangat mapan dengan jabatanku sebagai manager sebuah perusahaan besar. aku mempunyai kebiasaan yang lain daripada yang lain dengan sering kali mengajak tukar pasangan kepada teman-temanku. Dan sering juga aku diajak tukar pasangan dengan teman-temanku. Namun yang aku tukarkan bukan istriku tapi gadis-gadis ABG yang aku kencani. Teman yang paling sering mengajaku untuk bertukar pasangan adalah Juna, jadi kita sudah tau selera kita masing-masing.
Malam itu setelah aku mengencani seorang gadis ABG muda, aku membawanya kesebuah hotel dan terus menikmati tubuhnya yang sangat bergairah. ABG ini namanya Nita, umurnya masih 23 tahun, wajahnya sangat cantik, kulitnya putih bersih, memeknya masih ditumbuhi bulu-bulu halus, klitoris yang merah merona, membuat persetubuhanku malam itu sangat memuaskanku hingga aku tertidur lelap karena 10 rondeku bersama dengan Nita. Pagi harinya setelah aku terbangun aku mendapatkan penawaran dari Juna, dia mengajakku untuk bertukar pasangan dengannya karena Juna tau kalau semalam aku habis meniduri seorang ABG. Tanpa memakai lama, aku langsung menyetujui ajakan Juna untuk bertukar pasangan dengan syarat wanita yang dibawa Juna harus menarik dan bergairah, lalu aku meminta Juna untuk mengirimkan foto wanita yang akan ditukarkan. Tak berapa lama Juna mengirimkan sebuah foto wanita yang sangat menarik sekali. Kulitanya putih, bibirnya tipis, wajahnya imut, dan yang pasti bentuk tubunya sangat menarik perhatianku. Tanpa lama aku lansgung menelpon Juna dan langsung menyuruh Juna kehotel tempatku semalam meniduri Nita. Pagi harinya setelah aku terbangun aku mendapatkan penawaran dari Juna, dia mengajakku untuk bertukar pasangan dengannya karena Juna tau kalau semalam aku habis meniduri seorang ABG. Tanpa memakai lama, aku langsung menyetujui ajakan Juna untuk bertukar pasangan dengan syarat wanita yang dibawa Juna harus menarik dan bergairah, lalu aku meminta Juna untuk mengirimkan foto wanita yang akan ditukarkan. Tak berapa lama Juna mengirimkan sebuah foto wanita yang sangat menarik sekali. Kulitanya putih, bibirnya tipis, wajahnya imut, dan yang pasti bentuk tubunya sangat menarik perhatianku. Tanpa lama aku lansgung menelpon Juna dan langsung menyuruh Juna kehotel tempatku semalam meniduri Nita. Sambil menunggu Juna datang, aku melihat Nita udah bangun. “Ada apa om, mau maen lagi gak”, katanya sambil tersenyum. “Belum puas semalem ya Nit. Temen om tadi nelpon ngajakin om tuker pasangan. Nita mau gak maen ama temennya om. Dia juga ahli kok nggarap cewek abg kaya Nita”, jawabku. “Kalo nikmat ya Nita sih mau aja”, Nita bangun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi. Aku menyusulnya. Sebenarnya aku napsu lagi ngeliat Nita yang masih telanjang bulat, tetapi karena Silvi mau dateng ya aku tahan aja napsuku. Kita mandi sama sambil saling menyabuni sehingga Penisku ngaceng lagi. “Om, kontolnya ngaceng lagi tuh, maen lagi yuk”, ajak Nita sambil ngocok kontolku. “Kan Nita mau maen ama temennya om, nanti aja maennya. Temen om ama ceweknya lagi menuju kemari”, jawabku. Sehabis mandi, kita sarapan dulu. Nita tetep aja bertelanjang bulat sementara aku cuma pake celSilvi pendek saja. Selesai makan aku menarik Nita saung dipinggir kolam renang yang ada dibelakang rumahku. Nita kupeluk dan kuciumi sementara tanganku sibuk meremes2 toket montoknya. Nitapun gak mau kalah, kontolku digosok2nya dari luar celSilvi ku.Cerita Sex Terbaru Sedang asik, Juna dan Silvi datang. Juna sudah biasa kalo masuk rumahku langsung nyelonong aja kedalem, karena kami punya kunci rumah masing2. Silvi ternyata cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang aku lupa namanya. Silvi make pakean ketat, sehingga toketnya yang besar tampak sangat menonjol. Pantatnya yang besar juga tampak sangat menggairahkan. Silvi terkejut melihat Nita yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Nita pada Juna, Juna langsung menggandeng Nita masuk ke rumah. “An, Juna bilang dia nikmat banget ngentot sama kamu, Memek kamu bisa ngempot ya, aku jadi kepingin ngerasain diempot juga”, kataku sambil mencium pipinya. “An, kamu napsuin banget, tetek besar dan pantat juga besar”. “Nita kan juga napsuin pak”, jawabnya sambil duduk disebelahku di dipan. “Jangan panggil pak dong, panggil om. Kan saya belum tua”, kataku sambil memeluknya. Kucium pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya. Bibirku kini turun menyapu lehernya seiring telapak tanganku meraup toketnya. Silvi menggeliat bagai cacing kepSilvisan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati lehernya yang jenjang. “Om….” Silvi memegang tanganku yang sedang meremas toketnya dengan penuh napsu. Bukan untuk mencegah, karena dia membiarkan tanganku mengelus dan meremas toketnya yang montok.”Sil, aku ingin melihat toketmu”, ujarku sambil mengusap bagian puncak toketnya yang menonjol. Dia menatapku. Silvi akhirnya membuka tank top ketatnya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap toketnya yang tertutup oleh Bra berwarna merah. Toketnya begitu membusung, menantang, dan naik turun seiring dengan desah nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Silvi membuka pengait Branya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Silvi ketika dia mencoba untuk menurunkan tali Bra nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan Bra nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat toketnya semakin menantang. “toketmu bagus, Sil”, aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya.
Perlahan aku menarik turun cup Branya. Mata Silvi terpejam. Perhatianku terfokus ke pentilnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap pentilnya lalu kupilin dengan jemariku. Silvi mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi toketnya. “Egkhh..” rintih Silvi ketika mulutku melumat pentilnya.
Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit pentilnya lalu kuisap kuat- kuat sehingga membuat Silvi menarik rambutku. Puas menikmati toket yang sebelah kiri, aku mencium toket Silvi yang satunya yang belum sempat kunikmati. Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan keluar dari mulut Silvi. Sambil menciumi toket Silvi, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Silvi.
Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba Vaginanya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Silvi. Aku secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping dipan. Silvi tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitamnya. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Silvi yang tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar.
Celana jeans ketat yang dipakainya telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh Silvi, aku lalu membaringkan tubuhku disampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Silvi. Kubelai lagi toketnya. Kucium bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Silvi menelannya.
Tanganku turun ke bagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Silvi yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Silvi yang masih tertutup celSilvi dalamnya. jari tengah tanganku membelai permukaan celSilvi dalamnya tepat diatas Vaginanya, basah. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Silvi. Pinggul Silvi perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang dialaminya.
aku menyuruh Silvi untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Silvi berhenti pada permukaan kancing celananya. Silvi lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeansnya. Celana dalam hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar Vaginanya hampir sebagian keluar dari pinggir celana dalamnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Silvi. Pinggulnya agak Nitaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Silvi. Akupun melepas celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan celana dalam.
Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh Penisku dari luar celana dalamku. “Oh..” Silvi menyentuh Penisku yang tegang. “Kenapa, Sil?” tanyaku. Silvi tidak menjawab, malah melorotkan celana dalamku. Langsung Penisku yang panjangnya kira-kira 19cm serta agak gemuk dibelai dan digenggamnya.
Belaiannya begitu mantap menandakan Silvi juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini. “Tangan kamu pintar juga ya, Sil,”´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok Penisku. “Ya, mesti dong!” jawabnya sambil cekikikan. “Om sama Nita semalem maen berapa kali?” tanyanya sambil terus mengurut-urut Penisku. “Kamu sendiri semalem maen berapa kali sama Juna?” aku malah balik berrtanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar.
Silvi akhirnya bercerita kalau Juna napsu sekali tadi malem menggeluti dia. Mau berapa kali Juna meminta, Silvi pasti melayaninya. Mendengar perjelasan begitu jari-jariku masuk dari samping celana dalam langsung menyentuh bukit Vagina Silvi yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai i tilnya sehingga Silvi keenakan. “Kamu biasa ngisep kan, An?” tanyaku. Silvi tertawa sambil mencubit Penisku. Aku meringis.
“Kalo punya om mana bisa?” ujarnya. “Kenapa memangnya?” tanyaku penasaran. “Nggak muat di mulutku,” selesai berkata demikian Silvi langsung tertawa kecil. “Kalau yang dibawah, gimana?” tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam Vaginanya. Silvi merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang Vaginanya. Aku merasakan Vaginanya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat sekali kalau Penisku yang diurut, pikirku. Segera celana dalamnya kulepaskan.
Perlahan tanganku menangkap toketnya dan meremasnya kuat. Silvi meringis. Diusapnya lembut Penisku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok Penisku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku membelai-belai toketnya yang montok. Kupermainkan pentilnya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut lebat di sekitar Vagina Silvi. kuraba permukaan Vagina Silvi.
Jari tengahku mempermainkan itilnya yang sudah mengeras. Penisku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Silvi, sementara Vagina Silvi juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang mengobok-obok Vaginanya. Kupeluk tubuh Silvi sehingga Penisku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Silvi membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku.
Kedua telapak tanganku meraih pantat Silvi, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki tubuhnya. Kaki Silvi dengan sendirinya mengangkang. Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat toketnya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Silvi. Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan Penisku ke bibir Vaginanya. Silvi mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam.
Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Silvi menatap aku, matanya penuh nafsu seakan memohon kepadaku untuk memasuki Vaginanya.”Aku ingin mengentotmu, Sil” bisikku pelan, sementara kepala Penisku masih menempel di belahan Vagina Silvi. Kata ini ternyata membuat wajah Silvi memerah. Silvi menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun Penisku yang perlahan menyusup ke dalam Vagina Silvi.
Terasa seret, memang, nikmat banget rasanya. Perlahan namun pasti Penisku membelah Vaginanya yang ternyata begitu kencang menjepit Penisku. Vaginanya begitu licin hingga agak memudahkan Penisku untuk menyusup lebih ke dalam. Silvi memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan.
Namun aku tak peduli. “Om, gede banget, ohh..” Silvi menjerit lirih. Tangannya turun menangkap Penisku. “Pelan om”. Soalnya aku tahu pasti ukuran Penis Juna tidaklah sebesar yang kumiliki. Akhirnya Penisku terbenam juga di dalam Vagina Silvi. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding Vagina Silvi. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Silvi sambil perlahan-lahan menarik Penisku untuk selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Silvi membuka kelopak matanya. Silvi menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati Penisku yang keluar masuk dari dalam Vaginanya. “Aku suka Vaginamu, Sil.. Vaginamu masih rapet” ujarku sambil
Sungguh, Vagina Silvi enak sekali. “Kamu enak kan, Sil?” tanyaku lalu dijawab Silvi dengan anggukan kecil. Aku menyuruh Silvi untuk menggoyangkan pinggulnya. Silvi langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. “Suka Penisku, Sil?” tanyaku lagi. Silvi hanya tersenyum. Penisku seperti diremas-remas ditambah jepitan Vaginanya. “Ohh.. hh..” aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan Penisku ke dalam Vagina Silvi.
Kuperhatikan Penisku yang keluar masuk dari dalam Vaginanya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Silvi semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Silvi yang semakin tidak terkendali. “Sil.. enak banget, kamu pintar deh.” ucapku keenakan. “Silvi juga, om”, jawabnya. Silvi merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata, “aduh” yang diucapkan terputus-putus.
Aku merasakan Vagina Silvi semakin berdenyut sebagai pertanda Silvi akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Silvi hampir nyampe. Kuremas toketnya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit pentilnya.
Kuhisap dalam-dalam. “Ohh.. hh.. om..” jerit Silvi panjang. Aku membenamkan Penisku kuat- kuat ke Vaginanya sampai mentok agar Silvi mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara toketnya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. “Siiiilll, aakuu.. keluaarr, Ohh.. hh..” jeritku.
Silvi yang masih merasakan orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan peju hangat dari Penisku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. Secara spontan Silvi juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Silvi kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya.
Telapak tanganku mencengkram toket Silvi. Kuraup semuanya sampai-sampai Silvi kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku akhirnya muncrat membasahi Vaginanya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Silvi pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Silvi. Penisku masih berada di dalam Vagina Silvi. Silvi mengusap-usap permukaan punggungku. “Silvi puas sekali dien tot om,” katanya. Aku kemudian mencabut Penisku dari Vaginanya. Dari dalam Juna keluar sudah berpakaian lengkap. “Pulang yuk An, sudah sore”, ajaknya.
Aku masuk kembali ke kamar. Nita ada di kamar mandi dan terdengar shower nyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Nita keluar hanya bercelSilvi pendek. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Nita berbaring diranjang telanjang bulat. “Kenapa Nit, lemes ya dientot Juna”, kataku. “Lebih enak ngentot sama om, Penis om lebih besar soalnya”, jawab Nita tersenyum. “Malem ini kita men lagi ya om”.
Hebat banget Nita, gak ada matinya. Pengennya dien tot terus. “Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga bertempur lagi nanti malem”, kataku sambil berpakaian. Nita pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi mencari makan malem. Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan santai2 di pub dulu.
Di kamar kita langsung melepas pakaian masing-masing dan bergumul diranjang. Tangan Nita bergerak menggenggam Penisku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku meringis menahan remasan lembut tangannya pada Penisku. Nita mulai bergerak turun naik menyusuri Penisku yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala Penisku yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat usapannya. Kocokannya semakin cepat. Dengan lembut aku mulai meremas-remas toketnya. Tangan Nita menggenggam Penisku dengan erat. Pentilnya kupilin2. Nita masukan Penisku kedalam mulutnya dan mengulumnya. Aku terus menggerayang toketnya, dan mulai menciumi toketnya. Napsuku semakin berkobar.
Jilatan dan kuluman Nita pada Penisku semakin menggSilvis sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutnya. Aku membalikkan tubuhnya hingga berlawSilvin dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh Vaginanya dengan lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Nita menjerit lirih.
Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidahku di Vaginanya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin membenamkan wajahku ke dalam Vaginanya. Penisku kemudian dikempit dengan toketnya dan digerakkan maju mundur, sebentar. Aku menciumi bibir Vaginanya, mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus paha bagian dalam. Nita mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. Penis kutempelkan pada bibir Vaginanya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Nita merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Vaginanya yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena
Nita terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala Penisku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang. “Om.?” panggilnya menghiba. “Apa Nit”, jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa. “Cepetan..” jawabnya. Aku sengaja mengulur- ulur dengan hanya menggesek-gesekan Penis. Sementara Nita benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahinya. “Nita sudah pengen dien tot om”, katanya.
Nita melenguh merasakan desakan Penisku yang besar itu. Nita menunggu cukup lama gerakan Penisku memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, Penisku juga panjang. Nita sampai menahan nafas saat Penisku terasa mentok di dalam, seluruh Penisku amblas di dalam. Aku mulai menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam Vaginanya membuat Penisku keluar masuk dengan lancarnya. Nita mengimbangi dengan gerakan pinggulnya.
Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotanku. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di Vaginanya. Nita bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Penisku menjejali penuh seluruh Vaginanya, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan Penisku sangat terasa di seluruh dinding Vaginanya. Nita merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini.
Nita mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti Nita merasakan kepuasan tak terhingga ngen tot denganku. Aku bergerak semakin cepat. Penisku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Nita meregang tak kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan. Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. Penisku yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah bermandikan keringat.
Aku pun demikian. Nita meraih tubuhku untuk didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya dengan erat. Nita membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan menekannya kuat-kuat. Nita meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. “om..”, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi wajah dan bibirnya. Nita mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya Penisku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut. Tangannya mengocok-ngocok Penisku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu, Nita langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kSilvin tubuhku. Vaginanya berada persis di atas Penisku. “Akh!” pekiknya tertahan ketika Penisku dibimbingnya memasuki Vaginanya.
Tubuhnya turun perlahan-lahan, menelan seluruh Penisku. Selanjutnya Nita bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik. “Ouugghh.. Nit.., luar biasa!” jeritku merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tanganku mencengkeram kedua toketnya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya.
Menciumi pentilnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Nita berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan pantatku. Tusukan Penisku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya.
Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. AKu merasa pejuku udah mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, Nita pun merasakan desakan yang sama. Nita terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang panjang.
Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuhku nyemprot begitu kuat dan banyak membanjiri Vaginanya. Nita pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya. Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Nita berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. “om, nikmaat!” jeritnya tak tertahankan. Nita lemes, demikian pula aku. Tenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! akhirnya kami tertidur kelelahan.- Klik Juga - Kumpulan Foto Seksi
CERITA SEX - Aku baru kerja 4 bulan di perusahaan asing di Jakarta bos saya namanya M Richard yang berasala dari USA umurnya 45 tahun dengan waktu yang cepat kami semua karyawan sudah kenal dekat dengan Mr. Rich biasanya dipanggil seperti itu.
Hobi kita sama yaitu bermain golf perusahaan kami bergerak di bidang advertising katanya teman sekantor istri dari sibos cantik tubuhnya seksi kayak bintang Hollywood, karena aku belum pernah melihat istri si Bos, hanya meilhat fotonya yang terpampang di ruangannya.
Meja kantor saya memang aku desain dengan nyaman dan aku selipakn foto aku dan istriku Nindy yang berasal dari Bandung dan berumur 26 tahun, di meja kerja saya. Pada waktu Richard melihat foto itu, secara spontan dia memuji kecantikan Nindy dan sejak saat itu pula saya mengamati kalau Richard sering melirik ke foto itu, apabila kebetulan dia datang ke ruang kerja saya.
Suatu hari Richard mengundang saya untuk makan malam di rumahnya, katanya untuk membahas suatu proyek, sekaligus untuk lebih mengenal istri masing-masing.
“Dik, nanti malam datang ke rumah ya, ajak istrimu Nindy juga, sekalian makan malam”.
“Lho, ada acara apa boss?”, kataku sok akrab.
“Ada proyek yg harus diomongin, sekalian biar istri saling kenal gitu”.
“Okelah!”, kataku.
Sesampainya di rumah, undangan itu aku sampaikan ke Nindy. Pada mulanya Nindy agak segan juga untuk pergi, karena menurutnya nanti agak susah untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan mereka. Akan tetapi setelah kuyakinkan bahwa Richard dan Istrinya sangat lancar berbahasa Indonesia, akhirnya Nindy mau juga pergi.
“Ada apa sih Mas, kok mereka ngadain dinner segala?”.
“Tau, katanya sih, ada proyek apa.., yang mau didiskusikan”.
“Ooo.., gitu ya”, sambil tersenyum. Melihat dia tersenyum aku segera mencubit pipinya dengan gemas. Kalau melihat Nindy, selalu gairahku timbul, soalnya dia itu seksi sekali. Rambutnya terurai panjang, dia selalu senam so.., punya tubuh ideal, dan ukurannya itu 34B yang padat kencang.
Pukul 19.30 kami sudah berada di apartemen Richard yang terletak di daerah Jl. Gatot Subroto. Aku mengenakan kemeja batik, sementara Nindy memakai stelan rok dan kemeja sutera. Rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan apapun.
Sesampai di Apertemen no.1009, aku segera menekan bel yang berada di depan pintu. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang wanita bule berumur kira-kiar 32 tahun, yang sangat cantik, dengan tinggi sedang dan berbadan langsing, yang dengan suara medok menegur kami.
Ternyata Lillian badannya sangat bagus, tinggi langsing, rambut panjang, dan lebih manis dibandingkan dengan fotonya di ruang kerja Richard. Dengan agak tergagap, aku menyapanya. “Hallo Mam.., kenalin, ini Nindy istriku”.
Setelah Nindy berkenalan dengan Lillian, ia diajak untuk masuk ke dapur untuk menyiapkan makan malam, sementara Richard mengajakku ke teras balkon apartemennya.
“Gini lho Dik.., bulan depan akan ada proyek untuk mengerjakan iklan.., ini.., ini.., dsb. Berani nggak kamu ngerjakan iklan itu”.
“Kenapa nggak, rasanya perlengkapan kita cukup lengkap, tim kerja di kantor semua tenaga terlatih, ngeliat waktunya juga cukup. Berani!”.
Kunjungi Juga CeritaSexDewasa.Org
Aku excited sekali, baru kali itu diserahi tugas untuk mengkordinir pembuatan iklan skala besar. Senyum Richard segera mengembang, kemudian ia berdiri merapat ke sebelahku.
“Eh Dik.., gimana Lillian menurut penilaian kamu?”, sambil bisik-bisik.
“Ya.., amat cantik, seperti bintang film”, kataku dengan polos.
“Seksi nggak?”.
“Lha.., ya.., jelas dong”.
“Umpama.., ini umpama saja loo.., kalo nanti aku pinjem istrimu dan aku pinjemin Lillian untuk kamu gimana?”.
Mendenger permintaan seperti itu terus terang aku sangat kaget dan bingung, perasanku sangat shock dan tergoncang. Rasanya kok aneh sekali gitu.
Sambil masih tersenyum-senyum, Richard melanjutkan, “Nggak ada paksaan kok, aku jamin Nindy dan Lillian pasti suka, soalnya nanti.., udah deh pokoknya kalau kau setuju.., selanjutnya serahkan pada saya.., aman kok!”.
Membayangkan tampang dan badan Lillian aku menjadi terangsang juga. Pikirku kapan lagi aku bisa menunggangi kuda putih? Paling-paling selama ini hanya bisa membayangkan saja pada saat menonton blue film.
Tapi dilain pihak kalau membayangkan Nindy dikerjain si bule ini, yang pasti punya senjata yang besar, rasanya kok tidak tega juga. Tapi sebelum saya bisa menentukan sikap, Richard telah melanjutkan dengan pertanyaan lagi, “Ngomong-ngomong Nindy sukanya kalo making love style-nya gimana sih?”.
Tanpa aku sempat berpikir lagi, mulutku sudah ngomong duluan, “Dia tidak suka style yang aneh-aneh, maklum saja gadis pingitan dan pemalu, tapi kalau vaginanya dijilatin, maka dia akan sangat terangsang!”.
“Wow.., aku justru pengin sekali mencium dan menjilati bagian vagina, ada bau khas wanita terpancar dari situ.., itu membuat saya sangat terangsang!”, kata Richard.
“Kalau Lillian sangat suka main di atas, doggy style dan yang jelas suka blow-job” lanjutnya. Mendengar itu aku menjadi bernafsu juga, belum-belum sudah terasa ngilu di bagian bawahku membayangkan senjataku diisap mulut mungil Lillian itu.
Kemudian lanjut Richard meyakinkanku, “Oke deh.., enjoy aja nanti, biar aku yang atur. Ngomong-ngomong my wife udah tau rencana ini kok, dia itu orangnya selalu terbuka dalam soal seks.., jadi setuju aja”.
“Nanti minuman Nindy aku kasih bubuk penghangat sedikit, biar dia agak lebih berani.., Oke.., yaa!”, saya agak terkejut juga, apakah Richard akan memberikan obat perangsang dan memperkosa Rina? Wah kalau begitu tidak rela aku.
Aku setuju asal Rina mendapat kepuasan juga. Melihat mimik mukaku yang ragu-ragu itu, Richard cepat- cepat menambahkan,
“Bukan obat bius atau ineks kok. Cuma pembangkit gairah aja”, kemudian dia menjelaskan selanjutnya, “Oke, nanti kamu duduk di sebelah Lillian ya, Nindy di sampingku”.
Selanjutnya acara makan malam berjalan lancar. Juga rencana Richard. Setelah makan malam selesai kelihatannya bubuk itu mulai bereaksi. Rina kelihatan agak gelisah, pada dahinya timbul keringat halus, duduknya kelihatan tidak tenang, soalnya kalau nafsunya lagi besar, dia agak gelisah dan keringatnya lebih banyak keluar.Cerita Sex Terbaru
Melihat tanda-tanda itu, Richard mengedipkan matanya pada saya dan berkata pada Nindy, “Nin.., mari duduk di depan TV saja, lebih dingin di sana!”, dan tampa menunggu jawaban Nindy, Richard segera berdiri, menarik kursi Nindy dan menggandengnya ke depan TV 29 inchi yang terletak di ruang tengah. Aku ingin mengikuti mereka tapi Lillian segera memegang tanganku.
“Dik, diliat aja dulu dari sini, ntar kita juga akan bergabung dengan mereka kok”. Memang dari ruang makan kami dapat dengan jelas menyaksikan tangan Richard mulai bergerilya di pundak dan punggung Nindy, memijit-mijit dan mengusap-usap halus.
Sementara Nindy kelihatan makin gelisah saja, badannya terlihat sedikit menggeliat dan dari mulutnya terdengar desahan setiap kali tangan Richard yang berdiri di belakangnya menyentuh dan memijit pundaknya.
Lillian kemudian menarikku ke kursi panjang yang terletak di ruang makan. Dari kursi panjang tersebut, dapat terlihat langsung seluruh aktivitas yang terjadi di ruang tengah, kami kemudian duduk di kursi panjang tersebut.
Terlihat tindakan Richard semakin berani, dari belakang tangannya dengan trampil mulai melepaskan kancing kemeja batik Nindy hingga kancing terakhir. BH Nindy segera menyembul, menyembunyikan dua bukit mungil kebanggaanku dibalik balutannya.
Kelihatan mata Nindy terpejam, badannya terlihat lunglai lemas, aku menduga-duga,
“Apakah Nindy telah diberi obat tidur, atau obat perangsang oleh Richard?, atau apakah Nindy pingsan atau sedang terbuai menikmati permainan tangan Richard?”.
Nindy tampaknya pasrah seakan-akan tidak menyadari keadaan sekitarnya. Timbul juga perasaan cemburu berbarengan dengan gairah menerpaku, melihat Nindy seakan-akan menyambut setiap belaian dan usapan Richard dikulitnya dan ciuman nafsu Richardpun disambutnya dengan gairah.
Melihat apa yang tengah diperbuat oleh si bule terhadap istriku, maka karena merasa kepalang tanggung, aku juga tidak mau rugi, segera kualihkan perhatianku pada istri Richard yang sedang duduk di sampingku.
Niat untuk merasakan kuda putih segera akan terwujud dan tanganku pun segera menyelusup ke dalam rok Lillian, terasa bukit kemaluannya sudah basah, mungkin juga telah muncul gairahnya melihat suaminya sedang mengerjai wanita mungil.
Dengan perlahan jemariku mulai membuka pintu masuk ke lorong kewanitaannya, dengan lembut jari tengahku menekan clitorisnya. Desahan lembut keluar dari mulut Lillian yang mungil itu, “aahh.., aaghh.., aagghh”, tubuhnya mengejang, sementara tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
Sementara itu di ruang sebelah, Richard telah meningkatkan aksinya terhadap Nindy, terlihat Nindy telah dibuat polos oleh Richard dan terbaring lunglai di sofa.
Badan Nindy yang ramping mulus dengan buah dadanya tidak terlalu besar, tetapi padat berisi, perutnya yang rata dan kedua bongkahan pantatnya yang terlihat mulus menggairahkan serta gundukan kecil yang membukit yang ditutupi oleh rambut-rambut halus yang terletak diantara kedua paha atasnya terbuka dengan jelas seakan-akan siap menerima serangan-serangan selanjutnya dari Richard.
Kemudian Richard menarik Nindy berdiri, dengan Richard tetap di belakangnya, kedua tangan Richard menjelajahi seluruh lekuk dan ngarai istriku itu. Aku sempat melihat ekspresi wajah Nindy, yang dengan matanya yang setengah terpejam dan dahinya agak berkerut seakan-akan sedang menahan suatu kenyerian yang melanda seluruh tubuhnya dengan mulutnya yang mungil setengah terbuka.
Menunjukan Nindy menikmati benar permainan dari Richard terhadap badannya itu, apalagi ketika jemari Richard berada di semak-semak kewanitaannya, sementara tangan lain Richard meremas-remas puting susunya, terlihat seluruh badan Nindy yang bersandar lemas pada badan Richard, bergetar dengan hebat.
Saat itu juga tangan Lillian telah membuka zipper celana panjangku, dan bagaikan orang kelaparan terus berusaha melepas celanaku tersebut. Untuk memudahkan aksinya aku berdiri di hadapannya, dengan melepaskan bajuku sendiri.
Setelah Lillian selesai dengan celanaku, gilirannya dia kutelanjangi. Wow.., kulit badannya mulus seputih susu, payudaranya padat dan kencang, dengan putingnya yang berwarna coklat muda telah mengeras, yang terlihat telah mencuat ke depan dengan kencang.
Aku menyadari, kalau diadu besarnya senjataku dengan Richard, tentu aku kalah jauh dan kalau aku langsung main tusuk saja, tentu Lillian tidak akan merasa puas, jadi cara permainanku harus memakai teknik yang lain dari lain.
Maka sebagai permulaan kutelusuri dadanya, turun ke perutnya yang rata hingga tiba di lembah diantara kedua pahanya mulus dan mulai menjilat-jilat bibir kemaluannya dengan lidahku.
Kududukkan Lillian kembali di sofa, dengan kedua kakinya berada di pundakku. Sasaranku adalah vaginanya yang telah basah. Lidahku segera menari-nari di permukaan dan di dalam lubang vaginanya.
Menjilati clitorisnya dan mempermainkannya sesekali. Kontan saja Lillian berteriak-teriak keenakan dengan suara keras,
” Ooohh.., oohh.., sshh.., sshh”. Sementara tangannya menekan mukaku ke vaginanya dan tubuhnya menggeliat-geliat. Tanganku terus melakukan gerakan meremas-remas di sekitar payudaranya. Pada saat bersamaan suara Nindy terdengar di telingaku saat ia mendesah-desah,
“Oooh.., aagghh!”, diikuti dengan suara seperti orang berdecak-decak. Tak tahu apa yang diperbuat Richard pada istriku, sehingga dia bisa berdesah seperti itu. Nindy sekarang telah telentang di atas sofa, dengan kedua kakinya terjulur ke lantai dan Richard sedang berjongkok diantara kedua paha Nindy yang sudah terpentang dengan lebar.
Kepalanya terbenam diantara kedua paha Nindy yang mulus. Bisa kubayangkan mulut dan lidah Richard sedang mengaduk-aduk kemaluan Nindy yang mungil itu. Terlihat badan Nindy menggeliat-geliat dan kedua tangannya mencengkeram rambut Richard dengan kuat. ‘’
Aku sendiri makin sibuk menjilati vagina Lillian yang badannya terus menggerinjal-gerinjal keenakan dan dari mulutnya terdengar erangan,
“Ahh.., yaa.., yaa.., jilatin.., Ummhh”. Desahan-desahan nafsu yang semakin menegangkan otot-otot penisku.
“Aahh.., Dik.., akuu.., aakkuu.., oohh.., hh!”, dengan sekali hentakan keras pinggul Lillian menekan ke mukaku, kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kuat dan tubuhnya menegang terguncang-guncang dengan hebat dan diikuti dengan cairan hangat yang merembes di dinding vaginanya pun semakin deras, saat ia mencapai organsme.Cerita Sex Terbaru
Tubuhnya yang telah basah oleh keringat tergolek lemas penuh kepuasan di sofa. Tangannya mengusap-usap lembut dadaku yang juga penuh keringat, dengan tatapan yang sayu mengundangku untuk bertindak lebih jauh.
Ketika aku menengok ke arah Richard dan istriku, rupanya mereka telah berganti posisi. Nindy kini telentang di sofa dengan kedua kakinya terlihat menjulur di lantai dan pantatnya terletak pada tepi sofa, punggung Nindy bersandar pada sandaran sofa.
Sehingga dia bisa melihat dengan jelas bagian bawah tubuhnya yang sedang menjadi sasaran tembak Richard. Richard mengambil posisi berjongkok di lantai diantara kedua paha Nindy yang telah terpentang lebar.
Aku merasa sangat terkejut juga melihat senjata Richard yang terletak diantara kedua pahanya yang berbulu pirang itu, penisnya terlihat sangat besar kurang lebih panjangnya 20 cm dengan lingkaran yang kurang lebih 6 cm dan pada bagian kepala penisnya membulat besar bagaikan topi baja tentara saja.
Terlihat Richard memegang penis raksasanya itu, serta di usap-usapkannya di belahan bibir kemaluan Nindy yang sudah sedikit terbuka, terlihat Nindy dengan mata yang terbelalak melihat ke arah senjata Richard yang dahsyat itu, sedang menempel pada bibir vaginanya.
Kedua tangan Nindy kelihatan mencoba menahan badan Richard dan badan Nindy terlihat agak melengkung, pantatnya dicoba ditarik ke atas untuk mengurangi tekanan penis raksasa Richard pada bibir vaginanya.
Akan tetapi dengan tangan kanannya tetap menahan pantat Nindy dan tangan kirinya tetap menuntun penisnya agar tetap berada pada bibir kemaluan Nindy, sambil mencium telinga kiri Nindy, terdengar Richard berkata perlahan,
“Niinn.., maaf yaa.., saya mau masukkan sekarang.., boleh?”, terlihat kepala Nini hanya menggeleng- geleng kekiri kekanan saja, entah apa yang mau dikatakannya, dengan pandangannya yang sayu menatap ke arah kemaluannya yang sedang didesak oleh penis raksasa Richard itu dan mulutnya terkatup rapat seakan-akan menahan kengiluan.
Richard, tanpa menunggu lebih lama lagi, segera menekan penisnya ke dalam lubang vagina Nindy yang telah basah itu, biarpun kedua tangan Nindy tetap mencoba menahan tekanan badan Richard.
Mungkin, entah karena tusukan penis Richard yang terlalu cepat atau karena ukuran penisnya yang over size, langsung saja Nindy berteriak kecil,
“Aduuh.., pelan-pelan.., sakit nih”, terdengar keluhan dari mulutnya dengan wajah yang agak meringis, mungkin menahan rasa kesakitan. Kedua kaki Nindy yang mengangkang itu terlihat menggelinjang.
Kepala penis Richard yang besar itu telah terbenam sebagian di dalam kemaluan Nindy, kedua bibir kemaluannya menjepit dengan erat kepala penis Richard, sehingga belahan kemaluan Nindy terlihat terkuak membungkus dengan ketat kepala penis Richard itu.
Kedua bibir kemaluan Nindy tertekan masuk begitu juga clitoris Nindy turut tertarik ke dalam akibat besarnya kemaluan Richard.
Richard menghentikan tekanan penisnya, sambil mulutnya mengguman, “Maaf.., Nin.., saya sudah menyakitimu.., maaf yaa.., Niin!”.
Nindy mencoba menjawab dengan badannya terus menggeliat-geliat, sambil merangkulkan kedua tangannya di pungung Richard.
“Niinn.., saya mau masukkan lagi.., yaa.., dan tolong katakan yaa.., kalau Nindy masih merasa sakit”, sahut Richard dan tanpa menunggu jawaban Nindy, segera saja Richard melanjutkan penyelaman penisnya ke dalam lubang vagina Nindy yang tertunda itu, tetapi sekarang dilakukannya dengan lebih pelan pelan.
Ketika kepala penisnya telah terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluan Nindy, terlihat muka Nindy meringis, tetapi sekarang tidak terdengar keluhan dari mulutnya lagi hanya kedua bibirnya terkatup erat dengan bibir bawahnya terlihat menggetar.
Terdengar Richard bertanya lagi, “Niinn.., sakit.., yaa?”, Nindy hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil kedua tangannya meremas bahu Richard dan Richard segera kembali menekan penisnya lebih dalam, masuk ke dalam lubang kemaluan Nindy.
Secara pelahan-lahan tapi pasti, penis raksasa itu menguak dan menerobos masuk ke dalam sarangnya. Ketika penis Richard telah terbenam hampir setengah di dalam lubang vagina Nindy, terlihat Nindy telah pasrah saja dan sekarang kedua tangannya tidak lagi menolak badan Richard.
Akan tetapi sekarang kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada tepi sofa. Richard menekan lebih dalam lagi, kembali terlihat wajah Nindy meringis menahan sakit dan nikmat, kedua pahanya terlihat menggeletar,
Tetapi karena Nindy tidak mengeluh maka Richard meneruskan saja tusukan penisnya dan tiba-tiba saja, “Blees”, Richard menekan seluruh berat badannya dan pantatnya menghentak dengan kuat ke depan memepetin pinggul Nindy rapat-rapat pada sofa.
Pada saat yang bersamaan terdengar keluhan panjang dari mulut Nindy, “Aduuh”, sambil kedua tangannya mencengkeram tepi sofa dengan kuat dan badannya melengkung ke depan serta kedua kakinya terangkat ke atas menahan tekanan penis Richard di dalam kemaluannya.
Richard mendiamkan penisnya terbenam di dalam lubang vagina Nindy sejenak, agar tidak menambah sakit Nindy sambil bertanya lagi,
“Niinn.., sakit.., yaa? Tahan dikit yaa, sebentar lagi akan terasa nikmat!”, Nindy dengan mata terpejam hanya menggelengkan kepalanya sedikit seraya mendesah panjang,
“aagghh.., kit!”, lalu Richard mencium wajah Nindy dan melumat bibirnya dengan ganas. Terlihat pantat Richard bergerak dengan cepat naik turun, sambil badannya mendekap tubuh mungil Nindy dalam pelukannya.
Tak selang lama kemudian terlihat badan Nindy bergetar dengan hebat dari mulutnya terdengar keluhan panjang,
“Aaduuh.., oohh.., sshh.., sshh”, kedua kaki Nindy bergetar dengan hebat, melingkar dengan ketat pada pantat Richard, Nindy mengalami orgasme yang hebat dan berkepanjangan. Selang sesaat badan Nindy terkulai lemas dengan kedua kakinya tetap melingkar pada pantat Richard yang masih tetap berayun-ayun itu.
aah, suatu pemandangan yang sangat erotis sekali, suatu pertarungan yang diam-diam yang diikuti oleh penaklukan disatu pihak dan penyerahan total dilain pihak.
“Dik.., ayo aku mau kamu”, suara Lillian penuh gairah di telingaku. Kuletakkan kaki Lillian sama dengan posisi tadi, hanya saja kini senjataku yang akan masuk ke vaginanya. Duh, rasanya kemaluan Lillian masih rapet saja, aku merasakan adanya jepitan dari dinding vagina Lillian pada saat rudalku hendak menerobos masuk.
“Lill.., kok masih rapet yahh”. Maka dengan sedikit tenaga kuserudukkan saja rudalku itu menerobos liang vaginanya. “Aagghh”, mata Lillian terpejam, sementara bibirnya digigit.
Tapi ekspresi yang terpancar adalah ekspresi kepuasan. Aku mulai mendorong-dorongkan penisku dengan gerakan keluar masuk di liang vaginanya. Diiringi erangan dan desahan Lillian setiap aku menyodokkan penisku, melihat itu aku semakin bersemangat dan makin kupercepat gerakan itu. Bisa kurasakan bahwa liang kemaluannya semakin licin oleh pelumas vaginanya.
“Ahh.., ahh”, Lillian makin keras teriakannya.
“Ayo Dik.., terus”.
“Enakk.., eemm.., mm!”.
Tubuhnya sekali lagi mengejang, diiringi leguhan panjang, “Uuhh..hh..” “Lill.., boleh di dalam.., yaah”, aku perlu bertanya pada dia, mengingat aku bisa saja sewaktu-waktu keluar.
“mm..”.
Kaki Lillian kemudian menjepit pinggangku dengan erat, sementara aku semakin mempercepat gerakan sodokan penisku di dalam lubang kemaluannya. Lillian juga menikmati remasan tanganku di buah dadanya.
“Nih.., Lill.., terima yaa”.
Dengan satu sodokan keras, aku dorong pinggulku kuat-kuat, sambil kedua tanganku memeluk badan Lillian dengan erat dan penisku terbenam seluruhnya di dalam lubang kemaluannya dan saat bersamaan cairan maniku menyembur keluar dengan deras di dalam lubang vagina Lillian.
Badanku tehentak-hentak merasakan kenikmatan orgasme di atas badan Lillian, sementara cairan hangat maniku masih terus memenuhi rongga vagina Lillian, tiba-tiba badan Lillian bergetar dengan hebat dan kedua pahanya menjepit dengan kuat pinggul saya diikuti keluhan panjang keluar dari mulutnya, “..aagghh.., hhm!”, saat bersamaan Lillian juga mengalami orgasme dengan dahsyat.
Setelah melewati suatu fase kenikmatan yang hebat, kami berdua terkulai lemas dengan masih berpelukan erat satu sama lain. Dari pancaran sinar mata kami, terlihat suatu perasaan nikmat dan puas akan apa yang baru kami alami. Aku kemudian mencabut senjataku yang masih berlepotan dan mendekatkannya ke muka Lillian. Dengan isyarat agar ia menjilati senjataku hingga bersih. Ia pun menurut. Lidahnya yang hangat menjilati penisku hingga bersih. “Ahh..”. Dengan kepuasan yang tiada taranya aku merebahkan diri di samping Lillian.
Kini kami menyaksikan bagaimana Richard sedang mempermainkan Nindy, yang terlihat tubuh mungilnya telah lemas tak berdaya dikerjain Richard, yang terlihat masih tetap perkasa saja. Gerakan Richard terlihat mulai sangat kasar, hilang sudah lemah lembut yang pernah dia perlihatkan.
Mulai saat ini Richard mengerjai Nindy dengan sangat brutal dan kasar. Nindy benar-benar dipergunakan sebagai objek seks-nya. Saya sangat takut kalau-kalau Richard menyakiti Nindy, tetapi dilihat dari ekspressi muka dan gerakan Nindy ternyata tidak terlihat tanda-tanda penolakan dari pihak Nindy atas apa yang dilakukan oleh Richard terhadapnya.
Richard mencabut penisnya, kemudian dia duduk di sofa dan menarik Nindy berjongkok diantara kedua kakinya, kepala Nindy ditariknya ke arah perutnya dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Nindy sambil memegang belakang kepala Nindy.
Dia membantu kepala Nindy bergerak ke depan ke belakang, sehingga penisnya terkocok di dalam mulut Nindy. Kelihatan Nindy telah lemas dan pasrah, sehingga hanya bisa menuruti apa yang diingini oleh Richard, hal ini dilakukan Richard kurang lebih 5 menit lamanya.
Richard kemudian berdiri dan mengangkat Nindy, sambil berdiri Richard memeluk badan Nindy erat-erat. Kelihatan tubuh Nindy terkulai lemas dalam pelukan Richard yang ketat itu. Tubuh Nindy digendong sambil kedua kaki Nindy melingkar pada perut Richard dan langsung Richard memasukkan penisnya ke dalam kemaluan Nindy.
Ini dilakukannya sambil berdiri. Badan Nindy terlihat tersentak ke atas ketika penis raksasa Richard menerobos masuk ke dalam lubang kemaluannya dari mulutnya terdengar keluhan, “aagghh!”, Nindy terlihat seperti anak kecil dalam gendongan Richard.
Kaki Nindy terlihat merangkul pinggang Richard, sedangkan berat badannya disanggah oleh penis Richard. Richard berusaha memompa sambil berdiri dan sekaligus mencium Nindy. Pantat Nindy terlihat merekah dan tiba-tiba Richard memasukkan jarinya ke lubang pantat Nindy.
“Ooohh!”. Mendapat serangan yang demikian serunya dari Richard, badan Nindy terlihat menggeliat-geliat dalam gendongan Richard. Suatu pemandangan yang sangat seksi.
Ketika Richard merasa capai, Nindy diturunkan dan Richard duduk pada sofa. Nindy diangkat dan didudukan pada pangkuannya dengan kedua kaki Nindy terkangkang di samping paha Richard dan Richard memasukkan penisnya ke dalam lubang kemaluan Nindy dari bawah.
Dari ruang sebelah saya bisa melihat penis raksasa Richard memaksa masuk ke dalam lubang kemaluan Nindy yang kecil dan ketat itu. Vaginanya menjadi sangat lebar dan penis Richard menyentuh paha Nindy.
Kedua tangan Richard memegang pinggang Nindy dan membantu Nindy memompa penis Richard secara teratur, setiap kali penis Richard masuk, terlihat vaginanya ikut masuk ke dalam dan cairan putih terbentuk di pinggir bibir vaginanya. Ketika penisnya keluar, terlihat vaginanya mengembang dan menjepit penis Richard. Mereka melakukan posisi ini cukup lama.
Kemudian Richard mendorong Nindy tertelungkup pada sofa dengan pantat Nindy agak menungging ke atas dan kedua lututnya bertumpu di lantai. Richard akan bermain doggy style. Ini sebenarnya adalah posisi yang paling disukai oleh Nindy.
Dari belakang pantat Nindy, Richard menempatkan penisnya diantara belahan pantat Nindy dan mendorong penisnya masuk ke dalam lubang vagina Nindy dari belakang dengan sangat keras dan dalam, semua penisnya amblas ke dalam vagina Nindy.
Jari jempol tangan kiri Richard dimasukkan ke dalam lubang pantat. Nindy setengah berteriak, “aagghh!”, badannya meliuk-liuk mendapat serangan Richard yang dahsyat itu. Badan Nindy dicoba ditarik ke depan, tapi Richard tidak mau melepaskan, penisnya tetap bersarang dalam lubang kemaluan Nindy dan mengikuti arah badan Nindy bergerak.
Nindy benar-benar dalam keadaan yang sangat nikmat, desahan sudah berubah menjadi erangan dan erangan sudah berubah menjadi teriakan, “Ooohhmm.., aaduhh!”. Richard mencapai payudara Nindy dan mulai meremas-remasnya.
Tak lama kemudian badan Nindy bergetar lagi, kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada sofa, dari mulutnya terdengar,
“Aahh.., aahh.., sshh.., sshh!”. Nindy mencapai orgasme lagi, saat bersamaan Richard mendorong habis pantatnya sehingga pinggulnya menempel ketat pada bongkahan pantat Nindy, penisnya terbenam seluruhnya ke dalam kemaluan Nindy dari belakang.
Sementara badan Nindy bergetar-getar dalam orgasmenya, Richard sambil tetap menekan rapat-rapat penisnya ke dalam lubang kemaluan Nindy, pinggulnya membuat gerakan-gerakan memutar sehingga penisnya yang berada di dalam lubang vagina Nindy ikut berputar-putar mengebor liang vagina Nindy sampai ke sudut-sudutnya.
Setelah badan Nindy agak tenang, Richard mencabut penisnya dan menjilat vagina Nindy dari belakang. Vagina Nindy dibersihkan oleh lidah Richard. Kemudian badan Nindy dibalikkannya dan direbahkan di sofa. Richard memasukkan penisnya dari atas, sekarang tangan Nindy ikut aktif membantu memasukkan penis Richard ke vaginanya.
Kaki Nindy diangkat dan dilingkarkan ke pinggang Richard. Richard terus menerus memompa vagina Nindy. Badan Nindy yang langsing tenggelam ditutupi oleh badan Richard, yang terlihat oleh saya hanya pantat dan lubang vagina yang sudah diisi oleh penis Richard.
Kadang-kadang terlihat tangan Nindy meraba dan meremas pantat Richard, sekali-kali jarinya di masukkan ke dalam lubang pantat Richard.
Gerakan pantat Richard bertambah cepat dan ganas memompa dan terlihat penisnya yang besar itu dengan cepat keluar masuk di dalam lubang vagina Nindy, tiba-tiba,
“Ooohh.., oohh!”, dengan erangan yang cukup keras dan diikuti oleh badannya yang terlonjak-lonjak, Richard menekan habis pantatnya dalam-dalam, mememetin pinggul Nindy ke sofa, sehingga penisnya terbenam habis ke dalam lubang kemaluan Nindy.
Pantat Richard terkedut-kedut sementara penisnya menyemprotkan spermanya di dalam vagina Nindy, sambil kedua tangannya mendekap badan Nindy erat-erat. Dari mulut Nindy terdengar suara keluhan, “Sssh.., sshh.., hhmm.., hhmm!”, menyambut semprotan cairan panas di dalam liang vaginanya.
Setelah berpelukan dengan erat selama 5 menit, Richard kemudian merebahkan diri di atas badan Nindy yang tergeletak di sofa, tanpa melepaskan penisnya dari vagina Nindy. Nindy melihat ke saya dan memberikan tanda bahwa yang satu ini sangat nikmat.
Aku tidak bisa melihat ekspresi Richard karena terhalang olah tubuh Nindy. Yang jelas dari sela-sela selangkangan Nindy mengalir cairan mani. Kemudian Nindypun seperti kebiasaan kami membersihkan penis Richard dengan mulutnya, itu membuat Richard mengelinjang keenakan.